GO-JEK, An Ojek for Every Need
Macet di ibu kota rasanya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Jumlah kendaraan saat ini tidak sebanding dengan lebarnya jalanan Jakarta. Bahkan, Jakarta mendapat peringkat pertama kota termacet di dunia berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Castrol's Magnatec Stop Start Index. Data peringkat tersebut dikumpulkan dari user navigasi Tomtom yang dikalkulasikan berdasarkan angka berhenti dan mulainya kendaraan per kilometer. Dalam satu tahun, rata-rata pengendara mengalami berhenti-jalan sebanyak 33.240 kali. Mereka mengalami terjebak macet 27,22% dari total waktu perjalanan semestinya.
Data Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) menyebutkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan bermotor di Jakarta tahun 2014 hanya mencapai 5 kilometer/jam. Bisa jadi kecepatan ini sama saja antara naik kendaraan pribadi dengan berjalan kaki. Tentu saja hal ini sangat merugikan, apalagi bagi para pekerja.
Transportasi umum pun belum sepenuhnya dilirik oleh warga ibu kota. Beberapa diantaranya karena kendaraan tersebut tidak layak jalan. TransJakarta bisa menjadi salah satu alternatif pilihan meski padatnya minta ampun saat jam berangkat dan pulang kantor.
Ada satu lagi aplikasi yang bisa menyelamatkan kita dari kemacetan yang bisa terjadi kapan saja ini. Adalah GO-JEK, sebuah layanan ojek yang terintegrasi dengan tukang ojek di wilayahnya masing-masing. Syaratnya, kita harus memiliki aplikasi GO-JEK tersebut di gadget kita. GO-JEK sendiri memiliki 4 layanan, yakni jasa transportasi atau ojek, jasa kurir, delivery makanan, dan berbelanja. Saya pribadi lebih sering menggunakannya untuk ojek dan baru sekali menggunakan layanan GO-FOOD atau delivery makanan. Pembayarannya bisa tunai, kartu kredit atau menggunakan GO-JEK Credit. Praktis bukan?
Peraturan untuk jasa ojek sendiri, setiap penumpang wajib diberi masker, penutup rambut dan tentunya helm. Setelah penggunaan, kita bisa memberikan penilaian kepada sang driver dengan memberinya bintang. Tidak seperti tukang ojek pada umumnya, mereka dibekali jaket dan helm yang dilengkapi dengan identitas GO-JEK. Tarifnya dihitung berdasarkan jarak tempuh.
Siang tadi, saya menggunakan jasa GO-JEK untuk menuju ke Stasiun Gambir. Setelah memasukkan lokasi penjemputan dan tujuan, muncul harga yang harus dibayar dan nama driver yang menjemput. Saya mendapat driver bernama Pak Asep Jumadi. Beruntung karena beliau ramah dan di sepanjang perjalanan beliau bercerita mengenai suka duka bekerja di GO-JEK.
Cerita diawali dengan kisah pengguna layanan GO-FOOD yang suka iseng. Pernah ada kejadian yang kurang mengenakkan menimpa temannya Pak Asep. Ada pelanggan yang pernah order makanan sampai Rp 200.000,- namun ketika sudah dalam perjalanan untuk diantarkan ke tempat tujuan, pelanggan tersebut tiba-tiba membatalkannya.
Please be wise use GO-FOOD, guys!
Saya penasaran dengan sistem gaji para driver GO-JEK ini. Lalu beliau menjelaskan bahwa sistemnya bagi hasil, dari satu kali transaksi, 20% masuk ke GO-JEK. Seperti yang dicontohkan Pak Asep, misalkan saja perjalanan dari A ke B mengeluarkan biaya Rp 25.000,- maka Rp 20.000,- nya akan diambil oleh driver sebagai gajinya. Hal yang sama jika pengguna membayar dengan GO-JEK credit, maka gaji driver setiap satu kali transaksi akan masuk ke rekeningnya. Tidak ada target setiap harinya, namun driver yang dalam sehari bisa membawa 5 penumpang akan mendapatkan bonus sebesar Rp 50.000,-.
Sistem mengambil penumpangnya pun ternyata 'siapa cepat dia dapat'. Misalkan saja saya memesan ojek dan telah menginput alamat dan tujuan. Data saya tersebut akan masuk ke dalam sistem (google maps), dan para driver yang berada dekat dengan lokasi saya akan melihatnya. Siapa yang paling cepat menekan tombol, dialah yang akan mengantarkan pelanggannya. Kurang lebih seperti itu. Para driver sendiri mangkal di tempat yang biasa mereka beroperasi. Kata Pak Asep, jika setiap selesai lalu balik ke kantor, nggak akan efektif waktunya untuk mengangkut penumpang berikutnya di wilayah operasi mereka.
Selain sistem tarifnya yang menurut saya fair karena berdasarkan jarak, bukan harga nembak, GO-JEK cenderung lebih aman karena kita memiliki nomor handphone driver-nya. Jadi, jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu, kita bisa melaporkannya kepada orang terdekat (sama halnya seperti mencatat nomor pintu taksi dan mengirimkannya kepada orang terdekat).
Oh ya, untuk rush hours yakni antara jam 16.00 hingga jam 19.00, terdapat minimum payment sebesar Rp 35.000,- karena jam tersebut jam-jam yang masih macet-macetnya, bukan begitu? Bagaimana? Apakah kalian tertarik untuk menggunakan layanan GO-JEK ini? Nah saat ini GO-JEK sedang ada promo lho menyambut bulan suci Ramadhan semua tarifnya hanya Rp 10.000,- (kecuali saat rush hours). Barangkali layanan ini mampu membantu kalian untuk menembus kemacetan di Jakarta. Ide-ide bisnis semacam ini tentunya sangat amat membantu masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
Bukan mau promosi GO-JEK, hanya sedikit review dari saya pengguna GO-JEK sejak kurang lebih sebulan yang lalu. Tapi harus tetap bijak ya!
Transportasi umum pun belum sepenuhnya dilirik oleh warga ibu kota. Beberapa diantaranya karena kendaraan tersebut tidak layak jalan. TransJakarta bisa menjadi salah satu alternatif pilihan meski padatnya minta ampun saat jam berangkat dan pulang kantor.
Ada satu lagi aplikasi yang bisa menyelamatkan kita dari kemacetan yang bisa terjadi kapan saja ini. Adalah GO-JEK, sebuah layanan ojek yang terintegrasi dengan tukang ojek di wilayahnya masing-masing. Syaratnya, kita harus memiliki aplikasi GO-JEK tersebut di gadget kita. GO-JEK sendiri memiliki 4 layanan, yakni jasa transportasi atau ojek, jasa kurir, delivery makanan, dan berbelanja. Saya pribadi lebih sering menggunakannya untuk ojek dan baru sekali menggunakan layanan GO-FOOD atau delivery makanan. Pembayarannya bisa tunai, kartu kredit atau menggunakan GO-JEK Credit. Praktis bukan?
Peraturan untuk jasa ojek sendiri, setiap penumpang wajib diberi masker, penutup rambut dan tentunya helm. Setelah penggunaan, kita bisa memberikan penilaian kepada sang driver dengan memberinya bintang. Tidak seperti tukang ojek pada umumnya, mereka dibekali jaket dan helm yang dilengkapi dengan identitas GO-JEK. Tarifnya dihitung berdasarkan jarak tempuh.
Siang tadi, saya menggunakan jasa GO-JEK untuk menuju ke Stasiun Gambir. Setelah memasukkan lokasi penjemputan dan tujuan, muncul harga yang harus dibayar dan nama driver yang menjemput. Saya mendapat driver bernama Pak Asep Jumadi. Beruntung karena beliau ramah dan di sepanjang perjalanan beliau bercerita mengenai suka duka bekerja di GO-JEK.
Cerita diawali dengan kisah pengguna layanan GO-FOOD yang suka iseng. Pernah ada kejadian yang kurang mengenakkan menimpa temannya Pak Asep. Ada pelanggan yang pernah order makanan sampai Rp 200.000,- namun ketika sudah dalam perjalanan untuk diantarkan ke tempat tujuan, pelanggan tersebut tiba-tiba membatalkannya.
"Memang sih Mbak, uangnya nanti diganti sama kantor, tapi tetap saja capek rasanya. Bahkan waktu itu pernah ada saya yang alamin. Ada orang pengen beli tahu isi di Pistales Setiabudi, tapi tahu nggak mbak dikirimnya kemana? Ke Bintaro Sektor 9. Kesananya sendiri aja ongkosnya bisa Rp 80.000,- sendiri. Udah gitu ditelpon nggak diangkat. Makanya saya kalau dapat orderan GO-FOOD, suka saya pastikan dulu ke pelanggannya." Kata Pak Asep.
Please be wise use GO-FOOD, guys!
Saya penasaran dengan sistem gaji para driver GO-JEK ini. Lalu beliau menjelaskan bahwa sistemnya bagi hasil, dari satu kali transaksi, 20% masuk ke GO-JEK. Seperti yang dicontohkan Pak Asep, misalkan saja perjalanan dari A ke B mengeluarkan biaya Rp 25.000,- maka Rp 20.000,- nya akan diambil oleh driver sebagai gajinya. Hal yang sama jika pengguna membayar dengan GO-JEK credit, maka gaji driver setiap satu kali transaksi akan masuk ke rekeningnya. Tidak ada target setiap harinya, namun driver yang dalam sehari bisa membawa 5 penumpang akan mendapatkan bonus sebesar Rp 50.000,-.
Sistem mengambil penumpangnya pun ternyata 'siapa cepat dia dapat'. Misalkan saja saya memesan ojek dan telah menginput alamat dan tujuan. Data saya tersebut akan masuk ke dalam sistem (google maps), dan para driver yang berada dekat dengan lokasi saya akan melihatnya. Siapa yang paling cepat menekan tombol, dialah yang akan mengantarkan pelanggannya. Kurang lebih seperti itu. Para driver sendiri mangkal di tempat yang biasa mereka beroperasi. Kata Pak Asep, jika setiap selesai lalu balik ke kantor, nggak akan efektif waktunya untuk mengangkut penumpang berikutnya di wilayah operasi mereka.
Selain sistem tarifnya yang menurut saya fair karena berdasarkan jarak, bukan harga nembak, GO-JEK cenderung lebih aman karena kita memiliki nomor handphone driver-nya. Jadi, jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu, kita bisa melaporkannya kepada orang terdekat (sama halnya seperti mencatat nomor pintu taksi dan mengirimkannya kepada orang terdekat).
Oh ya, untuk rush hours yakni antara jam 16.00 hingga jam 19.00, terdapat minimum payment sebesar Rp 35.000,- karena jam tersebut jam-jam yang masih macet-macetnya, bukan begitu? Bagaimana? Apakah kalian tertarik untuk menggunakan layanan GO-JEK ini? Nah saat ini GO-JEK sedang ada promo lho menyambut bulan suci Ramadhan semua tarifnya hanya Rp 10.000,- (kecuali saat rush hours). Barangkali layanan ini mampu membantu kalian untuk menembus kemacetan di Jakarta. Ide-ide bisnis semacam ini tentunya sangat amat membantu masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
Bukan mau promosi GO-JEK, hanya sedikit review dari saya pengguna GO-JEK sejak kurang lebih sebulan yang lalu. Tapi harus tetap bijak ya!
Salam! XOXO!
-zakia-
Kayaknya cikarang g ada, padahal enak tuh kalo pulang malem
ReplyDeleteOh ya di Cikarang belum ada? GO-JEK lagi masa-masanya melebarkan sayap sih terakhir dapet update-an baru di Bandung dan Surabaya
Delete