[REVIEW BUKU] : Bilangan Fu - Ayu Utami
Identitas Buku
Judul : Bilangan Fu
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Juni 2008
Jumlah Halaman : x + 537 halaman
Sinopsis
Yuda, "si iblis", seorang pemanjat tebing dan petaruh yang melecehkan nilai-nilai masyarakat. Parang Jati, "si malaikat", seorang pemuda berjari dua belas yang dibentuk oleh ayah angkatnya untuk menanggung duka dunia. Marja, "si manusia", seorang gadis bertubuh kuda teji dan berjiwa matahari.
Mereka terlibat dalam segitiga cinta yang lembut, di antara pengalaman-pengalaman keras yang berawal dari sebuah kejadian aneh - orang mati yang bangkit dari kubur - menuju penyelamatan perbukitan gamping di selatan Jawa.
Di antara semua itu, Bilangan Fu sayup-sayup menyingkapkan diri.
Ulasan
Buku ini mungkin sudah susah ditemukan di toko buku. Saya mendapatkannya pun dari salah satu toko buku online yang saya temukan di timeline Ayu Utami, si penulis. Saya membeli buku ini di awal Oktober, tapi baru selesai saya baca bulan ini (oke fix dalam hal ini saya sangat terlambat).
Jujur saja, saya kurang tertarik di bagian awal buku ini, yang menyebabkan saya akhirnya menunda untuk membacanya dan memilih untuk membaca buku lain. Karena di awal, buku ini menceritakan tentang Sandi Yuda, si pemanjat tebing yang keras dan gemar bertaruh dengan segala fantasinya dengan Sebul, yang mendesiskan bilangan fu.
Namun perhatian saya terpanggil, ketika tokoh Parang Jati muncul. Sebelumnya, saya telah mengenal Parang Jati di Seri Bilangan Fu: Maya (terbalik kah alur saya membaca? Haha). Dari sini akhirnya saya lanjutkan membaca dan mulai terhanyut dalam kisah keduanya membuat agama baru, yakni sacred climbing atau pemanjatan bersih, demi menjaga kelestarian alam.
Petualangan demi petualangan satu per satu terjadi, yang cukup dapat meremangkan bulu kuduk. Ayu Utami berhasil membuat saya ikut merasakan kegelisahan, ketakutan, kemarahan, kegeraman dan rasa penasaran tokoh-tokoh di dalam buku ini. Pun saat Marja bergabung dan sering ikut ke Sewugunung, saya turut merasakan keceriaan dan alemannya kepada dua lelaki ini.
Seperti dalam buku Maya, buku ini pun tak lepas dari pengetahuan dan sejarah mengenai kearifan lokal daerah tersebut. Bagaimana mereka masih menghormati roh-roh penjaga hutan, sendang, dan juga Laut Selatan beserta pro kontranya di masa modern. Pun dikaitkan pula dengan kondisi pemerintahan di saat itu (setting buku ini dari pemerintahan Soeharto hingga naiknya Megawati menjadi presiden, lengkap dengan berbagai isu yang terjadi di masa itu). Ayu Utami mengemasnya dengan bahasa yang cukup mudah dipahami. Ini yang saya suka dari dia.
"Hanya kebaikan yang boleh mewujud hari ini. Kebenaran harus kau pikul agar jangan jatuh ke tanah dan menyentuh bumi, menjelma hari ini. Sebab, jika kebenaran menjelma hari ini, ia menjelma kekuasaan." - (p. 408)
Saya cukup terpukul dengan kematian Parang Jati, di saat dia ingin membuktikan kebenaran mengenai 'mayat hidup'. Kematiannya begitu nyata. Kesedihannya pun sungguh menyesakkan dada, seperti yang dialami Yuda dan Marja. Ia meninggal di tangan orang yang haus kuasa dan pengakuan. Ia meninggal di saat dirinya ingin mempertahankan kearifan lokal, menjaga kawasan tersebut dari penambangan kapur dan penebangan liar. Mata bidadarinya meninggalkan rasa sedih yang dalam.
Tak perlu saya ceritakan semua disini, yang ada malah jadi spoiler buat yang belum membaca (walau saya yakin, kebanyakan sudah membacanya haha). Yang jelas, saya puas membaca buku ini, sama seperti kepuasan saya membaca Maya. Bahkan, timbul keinginan saya untuk mengoleksi Seri Bilangan Fu yang lain, yakni Manjali dan Cakrabirawa & Lalita. Saya masih ingin mengenal Parang Jati lebih dalam, karena pemikirannya sungguh sangat bijaksana, dipadukan dengan ilmu yang ia punya.
Buku ini saya rekomendasikan bagi kalian yang suka membaca fiksi yang bukan menjual mimpi, melainkan fiksi yang memberi kita pengetahuan lain, yang mungkin sebelumnya kita tak pernah tertarik untuk mengetahui sejarah dan ilmu tersebut. Kira-kira ada di angka 8 dari 10 deh.
Foto ini diambil ketika Ayu Utami menjadi narasumber di program saya. Sayangnya, saya tidak membawa bukunya fiuh. |
Akhir kata, sampai bertemu di buku Ayu Utami lainnya.
XOXO!
Za
berat zha? duhh dari jaman kuliah belum kebaca padahal udah tau kkwkwk. Ayu utami kan gaya bahasanya beraniik
ReplyDeletengga kok mba nay, enak. cuma aku agak kurang tertarik di awalnya, begitu masuk lebih dalam malah kecanduan hahaha. ya begitulah Ayu Utami, tapi ilmu yang didapet luar biasa hehe
Delete